S e l a m a t   D a t a n g di Blog Pusat Sumber Belajar SMA Negeri 1 Kota Cirebon Info : Ferifikasi Data Siswa Baru/PPDB SMA RSBI Negeri 1 Kota Cirebon dari tanggal 5 - 15 Mei 2012 silahkan Klik ke www.smansa.ppdbrsbi-cirebon.org

Selasa, 21 Juni 2011

Wireiess Internet

Dengan semakin maraknya jumlah Internet Service Provider (ISP) di Indonesia (saat ini lebih dari 200 buah), maka semakin sengitlah kompetisi antara ISP tersebut. Semua potensi bangsa dari Usaha Kecil Menengah, Koperasi, termasuk TELKOM dan INDOSAT main di internet. Hal ini akhirnya menimbulkan persaingan yang sangat keras, bahkan cenderung tidak fair. Akhirnya timbullah usaha segala cara dari ISP untuk bertahan hidup dan tidak kalah kompetisi sekaligus mencari keuntungan. Persaingan terasa makin keras karena terlebih lagi ISP cenderung terpusat di kota-kota besar terutama di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Batam, Denpasar dan lain-lain. Masalah utama dari internet di Indonesia adalah terbatasnya jaringan akses ke pelanggan. Jaringan yang diandalkan selama ini adalah "backbone" PSTN-nya TELKOM. Tetapi karena keterbatasan jaringan akses kabel TELKOM dan karena juga keikutsertaan TELKOM dalam kompetisi internet lewat Divisi Multimedia-nya, maka bagi ISP lainnya akhirnya "wireless" lah yang jadi andalan.
Dengan keterbatasan frekuensi dan relatif sulitnya mencari frekuensi yang "idle", maka konsep "unlicensed band"-nya FCC dilirik oleh beberapa ISP dengan diam-diam (termasuk penyelenggara jasa telekomunikasi maupun penyelenggara telsus lainnya). Mula-mula frekuensi 900 MHz-an digunakan, tetapi karena tabrakan dengan operator GSM, maka penggunaan low power CDMA "unlicensed band" ini dihindari. Kemudian muncul teknologi 2.4 GHz yang ternyata di berbagai negara di dunia, terutama USA dan Eropa diterima sebagai band frekuensi "unlicensed band" dengan segala variasinya tergantung kondisi eksisting. Selengkapnya

UN dan Pelajaran Korupsi di Sekolah

Oleh: Entis Sutisna*)

            Wakil Presiden Yusuf Kalla saat menjadi Menko Kesra pernah melemparkan pernyataan bahwa korupsi terbesar di negeri ini justru dilakukan oleh kalangan pendidik. Pernyataan itu di lemparkan di hadapan para peserta Rakernas Perguruan Tinggi se Indonesia di Yogyakarta pada Kamis, 27 Maret 2003. Korupsi dunia pendidikan itu berbentuk pengatrolan nilai dari oknum pendidik, untuk meluluskan peserta didiknya. Yusuf Kalla mengatakan, selama ini kalangan pendidik akan sangat bangga jika anak didiknya dapat lulus 100%. ”Akibatnya sangat buruk, anak-anak menjadi merasa bahwa belajar itu tidak perlu.” Dia menjelaskan, sekarang ini kalangan pejabat, termasuk mereka yang duduk di dunia pendidikan, harus bisa tegas tidak meluluskan anak yang tidak pantas untuk naik kelas atau tidak pantas lulus karena nilainya memang kurang mencukupi. ”Bahkan perlu kita menertawakan sekolah-sekolah yang masih bangga dengan keberhasilannya meluluskan 100% anak didiknya.” Pengatrolan nilai demi angka kelulusan semacam ini harus segera dihilangkan. Sebab menurut Kalla, hal ini akan berakibat fatal, yaitu pembodohan dan menimbulkan kemalasan peserta didik. Pernyataan tersebut diulang kembali oleh Kalla dalam seminar yang dilaksanakan oleh PB PGRI pada Nopember 2008.Selengkapnya

Pembelajaran Konstruktifisme Melalui Peta Konsep

Konstrukstifisme adalah sebuah strategi yang memberi peran sangat bermakna bagi siswa dalam proses pembelajaran. Perannya akan membekas dalam diri siswa karena mereka benar-benar merasa yakin akan peran aktifnya dalam membangun pengetahuan dan kompetensi. Siswa menjadi lebih percaya diri sekaligus termotivasi untuk terus membangun pengetahuan dan kompetensi barunya. Pada gilirannya akan menimbulkan loncatan kemajuan pada siswa dalam mencapai prestasi belajar.
Bagaimana melakukan pembelajaran konsstruktif seperti itu? Tentu banyak cara dilakukan. Diantaranya melaui pengembangan peta konsep. Berikut ini langkah yang perlu dilakukan.
  1. Sesuai dengan analisis SK-KD-Indikator, Siapkan tema/konsep menarik yang akan didiskusikan. Misalnya konsep kalor pada Fisika, konsep hak asasi pada PKn, atau konsep pasar pada ekonomi.
  2. Siapkan media untuk mengekpresikan gagasan/ide yang akan disampaikan siswa dalam diskusi. Misalnya media kartu dari kertas (untuk ditulis) atau melalui media ICT (misalnya mindmanajer)
  3. Mulailah dengan prolog apa yang berisi skenario atau aturan permainan yang disampaikan guru, agar aktivitas menjadi maksimal. Misalnya siswa yang paling banyak menyampaikan ide/gagasan mendapat penghargaan tertentu.
  4. Guru menjadi mediator yang netral, yang memberikan kesempatan pada ide/gagasan yang diajukan. Kemudian meminta yang lain untuk menyusun kembali hingga tercapai kesepakatan.
  5. Pada akhir kegiatan, berikan penghargaan dan penguatan.

Membangun Kultur Sekolah

Membangun sekolah bagi sebagian pemangku kepentingan negeri ini dianggap memadai dengan membangun fasilitas gedung dan sarana-prasarana. Dengan membangun kemegahan dan kemewahan seolah -olah telah mencapai puncak prestasi dalam mengembangkan pendidikan/sekolah. Pada akhirnya pemegang kekuasaan merasa menjadi pahlawan pelopor pendidikan, padahal justru secara kasat mata hitungan fisik memberi kesan adanya raihan keuntungan yang sangat jelas.
Pembangunan pendidikan/sekolah terberat justru terletak pada membangun kultur yang selain membutuhkan dana materil yang tidak sedikit, akan tetapi membutuhkan daya tahan kesabaran, keuletan, persisistensi, dan konsistensi dari seluruh pemangku kepentingan di sekolah yaitu guru, kepala sekolah, orang tua, dan pemerintah daerah.
Setidaknya ada tiga kultur yang perlu dikembangkan di sekolah, yaitu kultur akademik, kultur budaya, dan kultur demokratis. Ketiga kultur ini harus menjadi prioritas yang melekat dalam lingkungan sekolah. Selengkapnya

Pendidikan Budaya dan Karakter di Sekolah

Isu hangat belakangan tantang pendidikan karakter sesungguhnya tersirat lama dalam rumusan tujuann pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan rumusan tujuan ini, sekolah sebagai institusi publik pelaksana pendidikan nasional terbebani kewajiban membangun budaya dan karakter siswa menjadi insan bertanggung jawab.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang.Selengkapnya

Profil Lulusan SMA

Pendahuluan

Hingar bingar dan sukacita ketika pengumuman kelulusan bagi siswa SMA oleh sebagian besar masyarakat dianggap wajar. Bentuk yang sering mudah terlihat adalah ucapan selamat dengan muka berseri, perayaan syukuran, hingga coret-coretan baju. Bahkan di beberapa daerah disibukkan oleh kemacetan akibat konvoi sepeda motor oleh siswa SMA/SMK yang baru saja dinyatakan lulus. Mereka beranggapan bahwa keberhasilan menempuh pendidikan menengah yang ditandai dengan lulus ujian (seperti UN) patut untuk disyukuri atau dirayakan.
Benarkah siswa yang lulus ujian (UN) menunjukan keberhasilan nyata menempuh pendidikan menengah terutama di tingkat SMA? Ataukah itu hanya sebagaian saja? Kriteria apa saja yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur seseorang berhasil menempuh pendidikan di SMA? Semua jawaban ini belum banyak diketahui masyarakat, termasuk di lingkungan sekolah. Kalaupun sebagian ada yang tahu persis, tetapi tidak sedikit yang lupa atau belum mengenal profil lulusan SMA. Tulisan berikut ini diharapkan dapat membantu siswa, guru, dan oragtua dalam mengukur keberhasilan siswa lulus dari SMA. Selengkapnya

Sistem Pendidikan Yang Sekarang Dijalankan Melahirkan Out Put Menyimpang Dari Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional ?

Di dalam Bab II Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan Nasional, tertulis sebagai berikut  : " Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta  peradaban  bangsa  yang  bermartabat  dalam  rangka  mencerdaskan  kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,  cakap,  kreatif,  mandiri,  dan  menjadi  warga  negara  yang  demokratis  serta bertanggung jawab ".
Maraknya kecurangan-kecurangan Ujian Nasional di semua jenjang satuan pendidikan selama ini membuktikan penyimpangan dari tujuan dan fungsi pendidikan nasional.
Saya sangat setuju dengan apa yang dikemukakan oleh Ketua Umum PGRI Prof. Dr. Sulistyo pada tanggal 17 Mei 2011 sawaktu diwawancarai oleh Soetomo Samsu, wartawan JPNN pada tanggal 17 Mei 2011 lalu. Prof. Dr. Sulistyo mengatakan seperti di bawah ini  ( saya ambil sebagian saja ), Selengkapnya